Wind

Malam ini hujan, tanpa petir, tanpa badai. Cuma hujan. Deras. Dan aku sepi.

Kipas angin di sudut ruangan ini iri. Ia tak dibutuhkan. Selimut yang biasanya selalu terlipat rapi kini berbangga diri. Akhirnya ia bermanfaat juga.

Kipas angin memaafkan hujan. Selimut berterimakasih pada hujan. Hujan menyerbu. Aku masih sepi.

Kata orang-orang di twitter, hujan itu identik dengan galau. Tapi aku tidak pernah merasakan hubungan mereka, hujan dan galau. Orang-orang di twitter juga bilang kalau hujan itu mengingatkan pada kenangan-kenangan indah maupun buruk di masa lalu, contohnya tentang mantan, kata orang-orang gaul.

Berbeda dengan orang-orang tadi, aku merasa entah galau, kangen, teringat, ingin, berharap, atau apalah, pada sesuatu ketika ada angin. Apalagi angin sejuk yang mengantar matahari ke peraduannnya. Aku suka angin dan senja.

Angin itu seperti membawa pesan tentang sesuatu yang indah yang pernah aku lalui atau yang ingin aku lalui bersama satu orang yang misterius. Yang aku tidak tahu siapa orang itu. Mungkin kamu. Atau siapa...

Tiap kali senja dan aku merasakan angin, pikiranku menuju ke suatu tempat, padang rumput dan bukit kecil dengan beberapa pohon dan tentunya angin. Di sana tempat yang indah. Aku ada di sana dengan satu orang. Kami bahagia.

Itu yang ada di pikiranku. Aku heran, aku pikir itu adalah keinginanku, berada di tempat seperti ini bersama satu orang.


Itu impian. Tapi angin membuatku benar-benar merasa kalau hal itu benar-benar sudah terjadi dan sekarang menjadi kenangan yang benar-benar indah. Kenyataannya itu belum pernah terjadi.

Aku bingung dengan angin, padang rumput, bukit kecil, pohon, dan satu orang. Mereka bergabung membentuk kenangan cantik yang belum terjadi.

I love wind, grassland, hillock, trees, and one person.





0 comments:

Post a Comment

My Instagram