kami akan melangkah di jalan sempit,
yang tak terbatas
mengikuti takdir kami
Bersama dalam satu hasrat
kami datang dari penjuru manapun
untuk berbagi kegembiraan dalam kebersamaan
tentang pengetahuan dan seni yang menyatu
Kami menjumlahkan, kami mengalikan
dan kami mendapati jumlahnya
adalah tak terbatas, itulah mimpi kita
tiada ukuran memang
Kami akan kembali berjumpa
untuk memecahkan soal
dengan berpikir, itulah cara kita
dan persahabatan, itulah sistem kita!
Aku kasih tau ya, aku nggak bisa nulis puisi. Jadi yang di atas (bukan Tuhan) itu, kalau kalian menyebutnya puisi, itu bukan puisi buatanku. Tapi sebenernya itu bukan puisi. Itu terjemahan lirik lagu. Ini lirik yang asli:
Volaremos por el cielo
recorreremos caminos
esto no tendrá fronteras
sumando nuestros destinos
recorreremos caminos
esto no tendrá fronteras
sumando nuestros destinos
Unidos en un anhelo
venimos de todas partes
a compartir la alegría
de juntar ciencia con arte
venimos de todas partes
a compartir la alegría
de juntar ciencia con arte
Sumamos, multiplicamos
y llegamos a un total
infinito es nuestro sueño
sin medida, de verdad
y llegamos a un total
infinito es nuestro sueño
sin medida, de verdad
Volveremos a encontrarnos
resolviendo los problemas
razonar es nuestro estilo
la amistad nuestro sistema!
resolviendo los problemas
razonar es nuestro estilo
la amistad nuestro sistema!
Kenapa aku bikin kecil banget tulisannya? Karena nggak bakal kalian baca. Yakin. Iya kan?
Sebenernya juga, itu bukan lagu, tapi himne. Entah, aku nggak tahu lagu sama himne itu beda apa enggak, kalaupun beda, bedanya apa aku juga nggak tahu. Yang jelas aku, sebagai dewa wanna be, punya cita-cita ada di suatu acara di mana himne itu dikumandangkan. Aku bener-bener mimpiin itu. Tapi nggak bener-bener yakin bisa terwujud.
Iya, kedengarannya ini harapan yang simpel, sangat sederhana. Cuma pengen dengerin himne itu dikumandangkan pada acaranya. Tapi cara dapetinnya itu, sangat, enggak, simpel.
Kadang aku juga mikir apakah mimpi ini ketinggian. Kalau jatuh pasti sakit banget. Tapi aku bukan tipe orang yang takut ketinggian. Malah aku suka berada di tempat yang tinggi dan bisa ngelihat apapun di bawahnya. Mungkin ini alasan aku lebih suka gunung daripada pantai. Atau karena aku bosan dengan pantai. Yang jelas berada di ketinggian itu asik. Sederhananya, manjat pohon. Dulu, sebelum aku tahu apa itu feminim, di mana ada pohon, di situ aku manjat. Memanjat pohon di titik tertinggi dengan ranting-rantingnya masih kuat aku injak, adalah kepuasan tersendiri. Dulu.
Jadi aku masih galau apakah mimpiku ini lebih tinggi dari semua pohon yang pernah aku panjat. Jelas iya. Mimpi ini setara dengan dewa. Aku nggak tahu sampe kapan dan gimana caranya 'dewa wanna be' ini bisa jadi 'dewa' saja. Nggak masalah, jangka waktu ngubah 'dewa wanna be' jadi 'dewa' itu masih selama sisa hidupku. Tapi yang masalah, deadline mewujudkan mimpi ketinggian yang satu itu nggak ada setengah tahun.
Ini bukan mimpi jadi artis terkenal ataupun mimpi jadi pacarnya Zayn Malik. Lebih tinggi dari itu, ini mimpi berada di antara para dewa dari seluruh belahan bumi. Berat, mimpi berada di antara para dewa dari seluruh belahan indonesia aja udah tinggi banget.
Ah IMO, kamu......
4 comments
Yaa.... Allah
ReplyDeleteYaa..... Rob
Kabulkanlah keinginan anak hamba,
Amiiiin.....
amiin..
ReplyDeleteWalah. Himne IMO? :O
ReplyDeletehahaha.....
Delete