Asyura

Minggu lalu aku udah berencana dengan matang sematang-matangnya kalo minggu depan pulang. Waktu itu aku lupa dan nggak sadar kalau minggu depannya adalah hari Asyura. Jadi, minggu ini aku nggak bisa pulang. Ok fine.
Namun aku tidak terlalu bersedih, karena hari ini bisa ketemu sama abah ibu.
Sekarang adalah hari Asyura, hari berduka atas syahidnya Imam Husein.
Sabtu, untung smaga sabtu libur. Jadi aku bisa ikut semua acara di hari ini tadi. Mulai dari demo di simpang lima sampai peringatan Asyura di taman budaya raden saleh.
Serius. Demo muteri simpang lima. Jadi, tadi pagi aku ke rumah rumah budeku dulu, lalu bareng-bareng ke simpang lima naik taxi. Yang mau aku ceritain itu tentang sopir taxi. Di perjalanan, sopirnya tanya sama budeku, “ada acara apa Bu, kok ke simpang lima?”
“Demo, pak”
“Kayak gini dibayar berapa?” tuh sopir nanya lagi. Sumpah ya, nih sopir. Lalu budeku jawab panjang lebar, jelasin ke sopir taxi soal ini ini ini dan ini. Eh sopir banyak omong itu masih mainin lidahnya, “Lho, kayak gini nggak rugi to Bu? Udah capek-capek nggak dibayar.” Dan budeku jelasin ke sopir dengan lebih panjang lebih lebar. Akhirnya sopirnya diem juga. Nah, renungin tuh pak.
Sampe di simpang lima, udah lumayan banyak orang. Nunggu ini dan itu, tiba-tiba ada bapak-bapak ngasih bendera ke aku. Bendera dengan tulisan “VOP, Voice of Palestine. Indonesian Society for Palestine Freedom” ya sudah deh, aku bawa aja. Lalu muteri simpang lima sambil teriak ngikutin oratornya. Sumpah demo ini tertib banget, cuma muteri simpang lima, abis itu udah, kayak nggak ada apa-apa. Bahkan ninggalin sampah secuil pun enggak. Tapi panas.
Dhuhur selesai, balik lagi ke rumah budeku. Istirahat bentar, shalat, makan, lalu berangkat ke taman budaya raden saleh. Sayangnya kami berangkat telat, tapi nggak papa. Di sana sudah ada Abah Ibu sama adekku. Mereka berangkat dari Pati sama rombongan. Langsung ngikutin acara deh.
Seperti biasa, pada peringatan Asyura ini pembicara membacakan kisah Imam Husein dan keluarga serta para sahabatnya. Hampir semua jamaah yang sedang berduka itu meneteskan air mata untuk Husein dan para sahabatnya. Juga aku, air menetes dari mata (dan hidung). Kami sudah tahu cerita tentang Karbala dan Asyura, tapi tetep aja nangis kalau denger ceritanya lagi, yaitu di hari Asyura itu sendiri. Hal ini menandakan bahwa kami benar-benar berduka.
Yaa Husein.. cucu Baginda Nabi, putra Ali.
Hanya air mata yang bisa aku berikan. Berkatilah kami atas air mata ini, yaa Allah...
Sampai saat ini pun aku masih terbayang-bayang sama senja Asyura di padang Karbala.
Ah sudahlah, acara Asyura selesai. Yaah, berpisah lagi sama Abah Ibu, mereka pulang ke Tayu, sedangkan aku harus kembali ke Yudistira. Selain berduka, juga sedih. Tapi memang ini yang seharusnya.
Lalu pulang. Pergi naik taxi, pulang naik angkot. Begitu sampai aku langsung mandi, lalu nyalain netbook, nulis, ini lah jadinya...
Spesial buat kalian yang dari tadi bertanya-tanya, apa sih Asyura itu? Karbala itu apa? Dan pertanyaan-pertanyaan lain...
Jadi, Asyura adalah hari ke-10 bulan Muharam. Bagi kaum Syi’ah, Asyura adalah hari berkabung atas syahidnya Imam Husain, cucu Nabi Muhammad SAW. Di mana Al-Husain dengan sahabat dan keluarganya yang berjumlah sekitar 70 orang melawan pasukan Bani Umayyah yang berjumlah ribuan orang. Perang yang sangat tidak seimbang tersebut terjadi di padang Karbala, Iraq. Untuk kisah lebih lengkapnya, kalian bisa baca novel “Karbala, Jejak Darah di Senja Asyura” atau browsing sendiri.
Setiap tanggal 10 Muharam, ada acara berduka atas Husain. Nah, taun ini di Semarang tepatnya di taman budaya raden saleh. Mungkin kalian pernah denger kalau kaum Syi’ah berduka atas Asyura sampai nyiksa diri sendiri. Enggak, enggak kok. Kami berduka nggak sampai gitu.
Yaa gitu lah kira-kira...

0 comments:

Post a Comment

My Instagram