Sadar nggak
nyadar, terima nggak nerima, hidupku mengalami kemunduran dalam setidaknya satu
hal sejak kelas 8 SMP. Salahku apa salah takdir? Takdir pasti dengan lantang
menyalahkanku, sedangkan aku tidak bisa dan tidak berani menyalahkan takdir.
Mungkin memang
aku salah, atau tepatnya kurang. Kurang belajar mungkin, atau kurang encer
otaknya. Mungkin juga kurang beruntung, atau bisa juga kurang doa. Entah. Tapi aku
lebih mempercayai alasan kurang belajar, dan sedikit yakin dengan alasan kurang
jenius.
Bagaimana tidak,
belajar malam mentok-mentoknya sampai jam 11, lewat dari itu sudah tidak bisa
menahan godaan nikmatnya tidur. Belajar pagi atau dini hari pun tidak pernah
berhasil, dengan alasan sama, tergoda nikmatnya tidur.
Masalah kurang
jenius, ya. Kurang cerdas apa kurang pandai atau kurang pinter, apalah. Tapi mungkin
juga ini efek kurang belajar. Aku jadi teringat obrolan dengan salah satu
medalis. Ia katakan bahwa semua manusia terlahir dengan kecerdasan sama, porsi
belajarnya yang membedakan tingkat kecerdasan tiap orang. Memang sih, manusia
diciptakan sama. Tapi untuk kasus misalnya ada orang yang sedikit dijelaskan
tentang sesuatu sudah paham betul, lalu ada yang dijelaskan berkali-kali masih
saja tidak paham, apa ini juga efek perbedaan porsi belajar...
Ah, baru saja
aku kepikiran penyebab lain kemunduranku : sombong. Ya, mungkin aku sombong. Kalau
sombong terhadap diri sendiri memang iya. Misalkan sehabis memecahkan soal yang
susah, aku sering berkata dalam hati “Cerdas! Kamu memang jenius.” Lalu ketika
orang lain tidak paham dengan sesuatu yang aku pahami atau tidak bisa
memecahkan soal yang dengan mudah aku menyelesaikannya, aku berkata dalam
hati “Masa gitu aja nggak bisa.” Ah ya, aku memang sombong.
Jadi ada 3
penyebab kemunduranku. Memang faktor keberuntungan tidak aku masukkan karena
aku menganut teori “keberuntungan datang seiring kemampuan.” Aku bukan orang
yang percaya dengan keberuntungan tanpa kemampuan dan usaha. Keberuntungan tidak
bisa diandalkan.
Memang,
seseorang dengan keberuntungan tanpa kemampuan dan usaha bisa menang. Tapi aku
yakin kemenangan itu cuma sementara. Di waktu yang akan datang, orang tanpa
kemampuan itu akan menemui tantangan yang lebih berat yang tentunya membutuhkan
kemampuan dan usaha keras. Kalaupun orang itu masih bisa lolos lagi-lagi karena
keberuntungan, suatu saat ia akan menemui hal yang lebih berat, lebih berat,
hingga pasti suatu saat orang itu kalah karena tidak mampu. Kecuali dia memang mempunyai skill dan
mau berusaha.
Hal tersebut
juga berlaku sebaliknya. Seseorang dengan skill dan usaha, karena
ketidakberuntungan bisa saja kalah. Mungkin di saat yang lain ia lagi-lagi
tidak kebagian keberuntungan. Kalah lagi. Tapi, pasti ada saat di mana tantangan
lebih besar, karena dia memiliki kemampuan, ia bisa mengalahkan orang-orang
yang hanya mengandalkan keberuntungan. Dia lah, yang memiliki kemampuan dan yang berusaha yang menang.
Keberuntungan
pasti datang atau suatu saat akan datang pada orang yang memang mampu dan
berusaha. Begitu juga, keberuntungan menjauh atau suatu saat akan menjauhi
orang tanpa skill dan usaha.
2 comments
Tulisan yang bagus.
ReplyDeleteTapi sekedar mengingatkan masih ada Allah yang serba Maha.
“Memintalah kepadaKu niscaya Aku kabulkan permintaanmu.” (QS. Al Mu’min (40): 60)
Lihatlah hamba Allah yang shalih, Nabi Ya’qub ‘Alaihissalam, dia mengadukan kesedihannya hanya kepada Allah Ta’ala tentang keadaan putranya, Yusuf ‘Alaihissalam.
“Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya.” (QS. Yusuf (12): 86)
terima kasih...
Delete