Beberapa hari yang lalu, aku
diajak temen buat ikut lomba mapel dari fkg unair. Seketika galau.
Minggu lalu penyisihan lomba
matematika dari undip. Masih galau.
Hari ini lomba dari unair. Tetep
galau.
Minggu depan adalah semifinal
keduanya. Semoga nggak galau lagi.
Awalnya aku lebih milih ikut
yang di unair, tapi sebagai anak math-Colossal aku juga merasa harus ikut
penyisihan di undip juga, mengingat itu masih di dalam kota juga. Jadi keputusan
final adalah ikut penyisihan dua-duanya. Dengan begitu aku punya dua ‘simpanan’. Kalau salah
satu nggak lolos masih ada harapan satu yang lain. Kalau lolos dua-duanya, galau,
tapi aku bakal milih unairnya. Kalo nggak lolos dua-duanya, pulang ke Pati.
Tapi impian pulang ke rumah
minggu depan itu sudah kandas. Karena di undip udah lolos semifinal.
Nah, itu alasan kegalauan hari ini. Mengingat peringkat penyisihan UMC di
posisi tengah-tengah, nggak terlalu di bawah. Rasanya aku berubah pikiran dari
yang awalnya memprioritaskan semifinal di unair.
Kegalauanku adalah, aku harus
berdoa lolos unair atau sebaliknya. Dari lubuk hati yang paling dalam
sebenernya aku lebih milih lomba matematikanya. Kalo gitu, aku nggak berharap
buat lolos unair. Jadi aku adalah teman yang ‘bosok’. Gimana enggak, dari unair
lombanya kelompok 3 orang. Kalo aku nggak berharap lolos otomatis aku juga
berharap 2 kawan satu tim nggak lolos. Ini beban. Sedangkan kalo aku berharap
lolos unair, sama aja aku mengundang kegalauan yang akan menambah galau kegalauanku
saat ini. Ini menguji egoisme.
Tapi dari unair kami belum tentu
lolos walaupun di regional peringkat 3. Dan pengumuman semifinalis nanti malam.
Yaa, kita(aku) lihat saja nanti malam apakah kegalauanku akan bertambah.
Kalau semisal, misal ya, kami
lolos ke unair, aku hampir nggak rela melepas UMC. Yaa walaupun UMC juga berat
sih.
Tapi aku nggak mau jadi kawan yang ‘bosok’
jadi semoga kami lolos ke unair.
2 comments
Meh pie terus saiki?
ReplyDeleteyaah.. kayak gitu
Delete