Debu


Pulang sekolah normal, seperti biasa. Tapi ada yang nggak normal begitu masuk kamar. Bukan ding, baru masuk kamar masih normal. Nah begitu di dalem kamar aku copot kaos kaki ada yang aneh dengan telapak kakiku, rasanya ada butiran sesuatu menyerangnya. Hipotesis awal adalah itu debu biasa.
Setelah beberapa saat aku baru sadar kalo rumah sebelah lagi direnovasi. Jelas itu bukan debu biasa. Mungkin sejenis semen. Dan aku sadar akan hal lain, kalo lantai penuh dengan semen berarti tempat tidur, meja, lemari juga penuh debu asing itu. Benar. Kacau. Benar-benar kacau. Kamar penuh dengan partikel-partikel asing.
Rasanya pengen marah tapi mau marah sama siapa. Sama pekerja di rumah sebelah, sama yang punya rumah sebelah, atau sama butiran debu tersebut. Yang paling mungkin adalah marah sama butiran debu. Lalu aku harus membentak-bentak butiran debu? Yang ada ntar aku malah tersesat dan tak tau arah jalan pulang ~
Ini serius. Lantai baru kemaren aku pel. Kipas angin baru kemaren juga aku bersihin. Lemari baru kemaren aku bersihin juga. Meja juga. Sprei kemaren juga baru aku ganti. Nah, masalahnya spreiku cuma dua dan yang satunya lagi masih kotor. Piye jal... buku-buku juga penuh butiran semen. Tapi setidaknya makanan masih terselamatkan.
Nggak cuma kamar yang kacau. Jemuran di belakang juga tidak sempat terselamatkan. Penuh debu lebih parah.  Lalu aku harus nyuci lagi gitu? Nggak lucu!
Sebagai wanita yang senang akan kesederhanaan, akhirnya aku bereskan kekacauan di kamar dengan cara sederhana juga. Ngepel lantai cukup pake tisu basah. Ngelap meja lemari juga. Bayangin aja ngepel lantai pake tisu basah, bisa kok... nggak ribet malahan.
Jadi intinya renovasi rumah sebelah bener-bener merugikan  diriku. Jumat lalu aku membuat kamar ini jadi lebih artistik (?). Kayak gini. Hiasan dinding yang indah bukan?


Hahaha...
Jadi sisi kamar yang ngadep rumah sebelah itu ada ventilasi sama kaca yang cukup lebar. Karena rumah sebelah direnovasi total, otomatis atapnya juga ikut direnovasi, yang berarti banyak pekerja yang bergelantungan di atap, posisi di mana mereka bisa melihat dengan jelas seisi kamar ini. Jelas aku nggak bisa tinggal diam. Untung banget aku ada kertas-kertas nggak kepake, yaa gitulah jadinya. Ngomong-ngomong itu masangnya perjuangan banget lho...
Sampe malem ini sistem pernapasanku masih sesek gara-gara butiran debu yang tersesat dan tak tau arah jalan pulang itu. Dan aku yakin masih banyak butiran debu yang tertinggal di kamar ini. Masalahnya, sangat nggak mungkin butiran debu diasumsikan sebagai butiran salju. Good night aja deh!

2 comments

  1. Jadi curiga kalau sebenarnya Nisa pindah kost cuma gara-gara nggak pengen memberi tahu jalan pulang pada debu-debu itu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. waah bukan.. butiran debu dan pindah kos sama sekali nggak ada hubungannya...

      Delete

My Instagram